Laksana surya mendamba air
Lewati
waktu berikan sindir
Luaskan tangis diam tersyair
Lantunan fajar
kian tertakdir
Tangisan hidup memuat ilusi
Tertampak manis oleh kecapi
Tinggalkan fiksi rapih berdiri
Tersajak apik bagai simponi
Menara hidup membias senja
Membuka mata berlaskar surga
Momentum fiksi kian merana
Menjadi arti salinan cerita
Lembaran fiksi kian terbuka
Larian makna ikut tertata
Diiring lagu sindiran dunia
Dilihat surya menoleh neraka
Cinta tergenggam rasuki sukma
Cincin terpasang membias citra
Dalam nestapa sang kursi raja
Diam melirik bukan meminta
Kuingin lihat tapi tak dapat
Kuingin pandang tapi tak sempat
Langit biru meminta suap
Larian waktu tak beri tatap
PUISI II
Surya menatap kelamnya malam
Sembari eklips kian memadam
Senja menabur mendasar tribun sajak
Merayap dengan seruan
Dasar dibentuk dengan harapan
Dasar tertata dengan lantunan
Deraian ombak memecah karang
Deretan dosa mengiringi sajian
Seraya ekliptika waktu berseru
Senada ekliptika momen menderu
Sastra menuai tuaian pahit
Selaras diri memaksa bangkit
Hai engkau sang penabur
Hai engkau sang pemapar
Tingkah merobek plano tersebar
Tindak mengancam tanpa bersandar
Untuk awak para pujangga
Untuk awak para pemuka
Frasa hidup dalam kelembutan
Firman mati dalam kegelapan